Anggota Komisi X DPR RI, Andi Muawiyah Ramli, menanggapi kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi yang mengirim siswa dengan perilaku menyimpang ke barak militer untuk menjalani pelatihan kedisiplinan.
Menurut Amure, sapaan akrabnya, meskipun kebijakan tersebut terlihat positif karena bertujuan membentuk disiplin dan karakter siswa, pendekatan militer dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar pendidikan bagi generasi muda.
“Sekilas kebijakan ini terlihat baik, ingin membangun keberanian dan kedisiplinan. Tapi esensi pendidikan anak muda itu bukan dengan pendekatan militeristik,” ujar Amure di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Politisi PKB tersebut mengusulkan agar siswa yang bermasalah lebih baik diarahkan ke pesantren. Menurutnya, lingkungan pesantren lebih tepat dalam membentuk karakter, kedisiplinan, dan akhlak mulia secara mendalam.
“Pendidikan di pesantren menurut saya lebih cocok. Dari dulu pesantren sudah terbukti dalam menanamkan akhlak dan kedisiplinan. Jadi akan lebih baik jika siswa-siswa tersebut dibina di pesantren,” jelasnya.
Amure menambahkan bahwa perubahan karakter siswa tidak bisa dicapai hanya dalam pelatihan militer singkat selama beberapa minggu. Proses pembentukan karakter memerlukan waktu panjang yang bisa dicapai melalui sistem pesantren.
“Membangun karakter dan cara berpikir siswa butuh waktu lama, bukan sekadar tiga minggu di barak militer,” ujarnya.
Namun demikian, karena program sudah berjalan, Amure meminta Kementerian PPPA dan Kementerian Pendidikan untuk melakukan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Karena sudah terlanjur dilaksanakan, sekarang tinggal bagaimana pengawasannya. Saya harap dua kementerian tersebut bisa serius mengawal kebijakan ini,” tutupnya.